Landasan Etik perkembangan hukum kedokteran di Indonesia
Dr. Bahtiar Husain, Sp P, MH.Kes dari Kemenkes dialam acara
ini menjelaskan tentang etika dan landasan etik tentang Mal praktik
(Balikpapan, 14/04/13). Perkembangan hukum kesehatan di Indonesia vs
Inernasional. Menceritakan tentang kebangkitan hukum kedokteran awal kesadaran
hukum kesehatan mulai tahun 1981. Rukmini Kartono meninggal setelah ditolong
oleh dr. Setianingrum pada tingkat Kasasi dinyatakan bebas dari tuduhan
malpraktek oleh mahkamah Asgung dibebsakan karena dokter tersebut sudah menolongnya
saat terjadi reaksi anafilaksis.Hal ini disampaikan pada Pelantikan Pengurus PDPI Cabang Kalimantan Timur Masa Bakti
2013 – 2016 dan Simposium “UPDATE OF RESPIRATORY EMERGENCIES MANAGEMENT”
Hotel Grand Jatra Balikpapan, Minggu 14 April 2013.
Keluarnya Undang-undang tahun 29 No. 2004. Munculnya MHKI
(Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia) di Jakarta. Sedangkan WAML erdiri tahun
1967. Tahun 2008 mulai member medical
Law. Di Bali rencananya tahun 2014 untuk WAML Internasional.
Citra praktek kedokteran di masyarakat mulai menurun di
masyarakat karena anggapan miring. Seperti tuduhan dokter lebih jahat dari
Polantas (Ciptaning), Syarat Rekruitment spesialis di RS diberi target income
?, Kolusi antara laboratorium, dan pabrik Farmasi ?, menelantarkan pasien, dan beberapa tuduhan
yang mencederai profesi kedokteran. Seharusnya para dokter memiliki hak jawab.
Karena itulah badan ini dibentuk. Dokter menjadi calo atau MLM berbisbis dengan
MLM sudah jelas sekali dilarang.
Hujatan pada dokter
Citra yang menurun terjadinya krisis kepercayaan sehingga
pesien beralih kepada pengobatan tidak rasional seperti paranormal. Harapan
yang diinginkan masyarakat ternyata terlalu tinggi. Semuanya lebih pada masalah
komunikasi yang menimbulkan antipati. Pasal yang menjadi senjata para penuntut
adalah pasal 66 UU No. 29/2004 tentang praktik kedokteran yang semestinya
direvisi karena merugikan secara sepihak. MKDKI dapat menerima laporan hal ini.
Dan tentunya jika disusupi ranah politik akan sangat berbahaya secara
subjektif.
Negligence bukanlah malpraktek
Karena kecapaian tubuh yang dapat menimbulkan kelalaian bukanlah
malpraktek. Jika dokter sendiri tidak bugar akan membahayakan pasien sehingga
dokter tersebut memberikan informasikan kepada pasien yang bersangkutan. Prinsip
yang diberikan adalah yang sesuainya prosedural yang diberikan untuk pasien. UU
Kedokteran No. 29 tahun 2004 pasal 50 menjelaskan tentang hal ini.
Medical indication untuk segala sesuatunya adalah indikasi.
Pasien preference adalah hak untuk pulang misalnya adalah hak pasien menentukan
dirinya sendiri. Hubungan dokter-pasien terjadi secara serasi, berdasarkan
kepercayaan, dan tidak ada niat untuk saling merugikan, maka kemungkinan
terjadinya tuntutan jadi kecil. Prinsip dasar
moral:
1.
Beneficinecy : Segala tindakan dokter untuk
kebaikan penderita
2.
Non Maleficiency : berniat baik tidak merugikan
pasien
3.
Autonomy : hak pasien mendapat informasi dan
pelayanan baik yang setara (tertinggi untuk penentuan dirinya sendiri)
4.
Justice : sama
dan jujur bagi semua orang.
Sengketa Medis
Cegahlah salah pengertian disebabkan kurangnya informasi
oleh pasien yang semestinya menjadi tugas dokter untuk memberikan informasi
sejelasnya. Dapatlah penuntut atau pengacara yang menjebak para dokter dengan
hal ini. Ada perjanjian hukum seperti perjanjian upaya dan perjanjian hasil. Bilamana terjadinya sengketa medis lebih baik
terjadinya respon dan jangan disepelekan. Dengan nonlotogasoi jika masuk ke
dalam secara litigasi karena butuh waktu dan biaya besar.
Mmm, menurut saya pribadi seharusnya dokter dengan dokter tidak perlu membayar karena sesuai dengan etika. Namun etika tidak memiliki daya paksa, sehingga suka-suka sajalah ...
Kunsantri Nurrobbbi, MD
Dapat direvisi kemudian
0 Komentar Anda:
Posting Komentar