Our social:

Kamis, 28 Maret 2013

Minimally invasive treatment for intracerebral hemorrhage



Neurosurg Focus 32 (4):E3, 2012
Pendarahan Intrakranial Spontan menyumbang 10% hingga 15% dari stroke. Di Amerika Serikat 60 ribu hingga 120 ribu pasien mengalami stroke dengan perdarahan setiap tahun. Seiring meningkatnya populasi penderita dari usia tua.Rata-rata 20 % - 40 % dari mereka yang terkena ICH yang memiliki harapan fungisonal pada 6 bulan.Selain itu biaya yang dibutuhkan termasuk yang tertinggi dari seluruh gangguan otak. Setengah dari pasien ICH akan meninggal setelah mendapatkan perawatan yang mahal di ICU, dan selebihnya 30 % dapat bertahan dengan tanggungan yang membutuhkan perawatan jangka panjang dan rehabilitasi.

Beberapa studi telah melakukan minimal invasive untuk pendarahan intrakranial atau perdarahan di dalam otak selain perdarahan subdural, ekstradural, maupun epidural. Sebagaimana kita ketahui bersama mekanisme cedera yang terjadi dapat berupa fokal atau terlokalisir dan dapat pula bersifat difus atau menyebar sehingga CT-Scan merupakan gold standar dari pemeriksaan, sekaligus mengetahui lokasi yang semestinya.
 
Konservatif vs Invasif
Memutuskan untuk dilakukan tindakan operatif atau konservatif saja sangat sulit apalagi dengan dilakukannya minimal invasive pada pendarahan intracerebral. Kembali pada keputusan awal sesuai skala Glasgow yaitu dimulai sejak enam jam pasca resusitasi:
-          Cedera Otak Ringan (COR) : 13-15
-          Cedera Otak Sedang (COS) : 9-12
-          Cedera Otak Berat (COB) : 3-8
Kemudian dilakukan penilaian awal sesuai tingkat progresif yang agresif atau tidak. Pada prinsipnya adalah pentingnya sebuah observasi yang kompleks. Pada kasus cedera karena benturan spesifikasinya terjadinya intrakranial hematoma cenderung disebabkan gaya akselerasi dan deselerasi yang memecah arteri/vena cortikal dan subcortical dimana 20% ICH biasanya cenderung menyerang regio frontal dan temporalis. Karena hal inilah maka minimal invasive dapat terlokalisir melihat kecenderungan diatas.

Untuk menghindari TIK yang progresif dapat digunakan mannitol 0,25-1 gram/kgBB dibolus (>20menit) dilanjutkan dengan pemeliharaan 0,25 gram/KgBB per 6 jam. Modifikasi ketinggian kepala 30 derajat-45 derajat. Terutama Oksigen dipertahankan agar tidak terjadi hipoksia sehingga pada GCS kurang dari 8 hendaknya telah dilakukan intubasi. Pada saat terjadinya kejang dapat dilakukan profilaksis dengan fenitoin kurang lebih 100 mg iv pelan-pelan per 8 jam. Pada prinsipnya hipotensi tidak terjadi jika volume intravaskuler stabil, karena itu dapatlah dikontrol besarnya volume intravaskuler dengan balance cairan. Nutrisi dapat dipertimbangkan untuk menggunakan glukosa sesuai dengan kebutuhan kalori dengan memperhatikan osmolaritas tubuh. Tak lupa terus memantau fungsi ginjal dikarenakan penggunaan osmotik seperti mannitol. 

Kriteria dapat dilakukan minimal invasive
Kriteria untuk dilakukannya minimal invasive Surgical Evacuation with rtPA menurut Universitas Alabama Birmingham antara lain sebagai berikut;
Minimally Invasive Surgery plus rtPA for Intracerebral Hemorrhage Evacuation: MISTIE
Inclusion Criteria:
    - GCS < 14 or NIHSS > 6
    - Spontaneous supratentorial ICH with volume > 25 cc
    - Symptom onset < 2 hours prior to diagnostic computed tomography scan (CT)
    - Administration of initial rtPA dose within 54 hours of diagnostic CT Six-hour clot size equal to previous clot size + 5 cc
Perkembangan Terkini
Menurut Harrigan, dan UAB Neurologist dr. I. Ivan Lopez telah melakukan investigasi dengan minimal invasif dikombinasikan dengan recombinant tissue plasminogen activator (TPA) dengan dilakukannya evakuasi ICH (MISTIE). Digunakanlah navigasi dengan komputer untuk mengevacuasi clot-clot. Berikut pendapat dari dr. Harrigan: “A minimally invasive approach that will avoid extensive penetration of normal tissue and permit administration of thrombolytics offers the best chance of improvement for ICH patients”.

Jurnal Neurosurgery bulan April 2012 telah menerbitkan hasil penelitian yang dilakukan oleh tim Bedah Syaraf mereka yang melakukan studi tentang minimal invasive dengan bantuan parmacological treatment. Digunakan teknik dengan memanfaatkan CT Scan untuk lokasi stereotactic mengevakuasi clot dengan mengadopsi hukum archimedes.

Cara melakukan evakuasi ICH dengan minimal invasive surgery
Dengan pengantar sistem stereotactic memakai  Leksell frame akurasi lebih terlihat pada lokalisi (clot) gumpalan. Jika hematoma yang akut bersifat padat, maka clot gumpalan akan menyumbat sistem drainase dan menjadi permasalahan selama ini.

Neurosurg Focus 32 (4):E3, 2012
Sebuah instrumen yang telah mengatasi masalah ini ditemukan oleh Backlund dan von Host, mereka mencoba sebuah perangkat untuk mengetahui lokalisasi dari clot tersebut menggunakan CT scan dengan perangkat stereotatic berdasarkan hukum Archimedes.

Neurosurg Focus 32 (4):E3, 2012
Mereka menggunakan kanul modifikasi dengan ultrasound dan berlubang-lubang. Dimana sebuah kanula akan berputar sekaligus menghisap sebuah gumpalan atau clot dengan berirama. Pada saat rongga terbentuk maka diinjeksikan sebuah urokinase tepat saat aspirasi dilakukan. Dengan endoskopi dan aspirasi bergantinan maka dapat digunakan bor tunggal yang menjadi kelebihan dari tindakan ini. Nizzuma dan Suzuki menjanjikan perbaikan dalam 6 bulan, dan sesuai penelitian mereka ada kecenderungan penurunan mortalitas yang baik. Namun, manfaat ini terbatas hanya pada pasien dengan hematoma lobaris yang usianya dibawah 60 tahun.

Urokinase dan Streptokinase merupakan agen terbaik untuk trombolisis hingga saat ini. Menurut Rohde et al, sebelumnya IVH dapat dibersihkan dahulu dengan rt-PA yang hingga kini masih belum dipublikasikan. Studi mereka meletakkan dasar-dasar minimal invasif untuk MISTIE studi yang hingga kini masih dalam perdebatan keras.

Banyak kalangan meragukan efektivitas dari minimal invasive dimana untuk intervensi seharusnya dilakukan segera peningkatan intrakranial berulang yang mencegah tamponade berulang. Sehingga pada dasarnya penggunaan trombolisis wajib digunakan untuk metode evakuasi bekuan (clot).

Kesimpulan dari hasil penelitian ahli Bedah Syaraf RS. John Hopkins yang dipimpin oleh Emun Abdu dan kawan-kawan di Maryland antara lain sebagai berikut;
  1. sejauh ini hasil dari evakuasi ICH mendapatkan respon yang baik dan aman. Sebuah studi dari CLEAR dan MISTIE mendukung pernyataan ini.
  2. Rata-rata clot lisis atau mengevakuasi bekuan dapat dilakukan kombinasi dengan farmasi (seperti Urokinase dan Streptokinase)
  3. Perlu penelitian lebih lanjut tentang efek mekanik dari USG menguntungkan atau merugikan dalam jangka panjang.
  4. Terus dilakukannya perancangan model kateter yang sesuai untuk digunakan dalam penyempurnaan teknik minimal invasif di masa mendatang.

Referensi:
  1. Abdu, Emun, MD and friends, 2012, Minimally invasive treatment for intracerebral hemorrhage, Department of Neurosurgery, Swedish Neuroscience Institute, Seattle, Washington; and 2Brain Injury Outcomes Center, The Johns Hopkins University School of Medicine, Baltimore, Maryland, Neurosurg Focus 32 (4):E3, 2012, Neurosurg Focus / Volume 32 / April 2012
  2. Intracerebral Hemorrhage Trial, 2013, Combines Minimally Invasive Surgical Evacuation With rtPA,  The University of Alabama at Birmingham, http://www.uabmedicine.org/newsroom/uab-insight-neurosciences-intracerebal-hemorrhage-trial#
  3. FKUI, 2011, Sinopsis Ilmu Bedah Saraf. Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM, Jakarta: CV. Sagung Seto
  4. Darmadipura, Prof. dr. H.M. Sajid, Sp.BS, 2008, Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Bedah Saraf, Rumah Sakit Umum dr. Soetomo Surabaya.
  5. Pierce A. Grace, 2006, at A Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga, Blackwell Publishing, translated by dr. Vidhia Umami, Jakarta; Penerbit Erlangga
  6. R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. 2, Jakarta; EGC
  7. Mardjono, Prof. DR., 2006, Neurologi Klinis Dasar, Jakarta; Dian Rakyat
  8. Iskandar, Djunaidi, dr., 2011, Stroke Waspadai Ancamannya, Yogyakarta; Andi
  9. Duus, Peter, 1996, Diagnosis Topik Neurologi: Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala, E/2, alih bahasa oleh dr. Devy H. Ronardy, Jakarta; EGC
  10. Japardi, Iskandar, DR, dr, Sp.BS, 2004, Memahami Aspek-aspek Penting dalam Pengelolaan Penderita Cedera Kepala, Jakarta; PT. Bhuana Ilmu Populer
  11. Satyanegara, Prof. DR. dr., Sp.BS, 2010, Ilmu Bedah Saraf, Jakarta; Gramedia





Kunsantri Nurrobbbi, MD 
Dapat direvisi kemudian

0 Komentar Anda: